Wonwoo mengetuk pintu dua kali kemudian menemukan dua orang sedang bersantai diatas kasur, Jeonghan dan Jisoo. Disudut sana, seorang bocah SMP sedang asik memainkan game di komputer milik kakaknya.
Ditangan Wonwoo ada kantong plastik besar berisikan jajanan dan minuman yang ia beli di supermarket saat perjalanan ke rumah sepupunya. Yang dibawakan langsung saja membongkar dengan brutal.
“Chan lanjut ke SMA mana?” Tanya Wonwoo menjatuhkan diri diatas kasur dan mengunyah makanan ringan yang dibelinya.
“Dimana lagi kalau bukan di bekas SMA tu dua orang” Jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari komputer.
“SMA turun temurun” Balas Jisoo dengan mulutnya yang penuh.
“Nyokap kita alumni situ juga tau” Ucap Jeonghan.
“Nyokapku juga Kak?” Kali ini Wonwoo bertanya dengan mata yang membulat. Jeonghan mengangguk menjadi arti bahwa jawabannya adalah iya.
“Kaya gaada sekolah laen aja”
Jajanan yang dibawa Wonwoo tadi hampir seluruhnya ludes di jajahi dan masuk ke dalam perut. Beberapa kaleng minuman juga sudah remuk dan remukannya berserakan di lantai. Ketiganya merebahkan diri menatap langit langit kamar, sedangkan Chan masih saja setia pada game komputernya.
“Kak, lo kemaren kenapa nangis deh?” Jisoo membuka suara. Yang ditanyai tersenyum sejenak kemudian mengalihkan pandangannya kepada adik bungsunya. Yang dipandangi akhirnya tersadar kemudian menyahut.
“Iya, rahasia negara kan? Aman, gue udah bukan bocah lagi kali, Kak..” Chan menghentikan kegiatannya yang tadi, kemudian bergabung dengan para tetuanya, merebahkan diri bersama.
“Aku tuh udah ngomongin sama Seungcheol buat tanggal nikah. Tapi dia tu sibuk yang kaya sibuk banget. Jadi kemarin malem dia ngajakin aku buat ngomongin tanggal, cuman karena akunya udah capek ya aku bilang aku bakal ngikut aja, tapi dianya gak mau”
“Yaudah kita agak berargumen sedikit sampe akhirnya dia bilang kalau keuangannya lagi ga stabil. Dia ngambil banyak job tambahan dari kantornya, sama ngambil job lain dari satu perusahaan swasta..”
“Ya aku sedih gitu loh dek, rasanya kaya aku yang jadi orang egois. Nuntut dia terus”
“Tapi itukan ga pure salah lo, Kak..” Jisoo menoleh menatap kakaknya. “Ya Bang Seungcheol juga ga ngomong, jadinya misscom deh kalian..”
“Aku ga sempet mikir sampe kesana pokoknya malam kemaren hatiku nyess banget pas baca itu”
Wonwoo kemudian menyunggingkan senyum. Di sisi ini, dengan keadaan yang bertolak belakang, ia menertawakan masalahnya.
“Kenapa mesem mesem anjrit kak Won?” Ucap Chan menyadari. Wonwoo menarik nafas panjang dan membuangnya berat.
“Mingyu itu jabatannya di kantornya udah diatas aku gara gara skill dia emang ga main main. Teliti, kalau disuruh ngerjain apa apa pasti pas selesai hasilnya diluar ekspetasi. Gaji dia bahkan sampe 2 digit sekarang, udah bener bener diatas aku padahal yang duluan jadi budak korporat aku”
“Tapi, jeleknya dia tuh ya kalau apa apa pasti dia. Makan keluar harus dia yang bayar, beliin aku ini beliin aku itu, kalau aku inisiatif mau bayar pasti dia yang langsung ‘gausah biar aku aja’ padahal kan aku juga punya duit, Kak”
“Pokoknya ya seakan akan dia mau nunjukin kalau dia ada diatas aku dan aku ga perlu khawatir soal apapun. Padahal bukannya kita harusnya jalan sama sama ya? Lo paham kan Jisoo gue gimana anaknya? Gue yang gak mau apa apa selalu lo, selalu kak Jeonghan, pasti gue juga mau dilibatkan. Jadi rasanya, gue seakan akan gapunya power karena apa apa dia akan nunjukin dirinya sendiri”
“Serba salah deh orang dewasa, ga punya duit masalah, ada banyak duit juga masalah..” Ini Chan, yang kemudian seluruh pasang mata menatap dirinya. “Loh ya kan bener kan?” Sambungnya membela argumennya tadi.
“Bener sih kata Chan..” Jeonghan membenarkan posisinya. “Problem kita sekarang cakupannya udah luas. Ga kaya dia problemnya cuman minta uang jajan atauga memikirkan cara supaya dapat jajan lebih dengan memalak kakak kakaknya..” Yang jadi subjek terkekeh mengusap tekuk.
“Karena sekarang dunia kita cuman kita aja, udah ga akan ada campur tangan dari orang tua lagi. Jadi ya gitu, rumit. “
Senyap sunyi menguap keudara. Keempatnya terdiam.
“Lo, Soo? You okay sama Seokmin?” Ia diam sejenak kemudian menyunggingkan senyum.
“Lo tau kan Seokmin itu anaknya gila bercanda?” Wonwoo mengangguk memberikan jawaban. “Gue baru baru ini ngajak dia main kesini ketemu Mama sama Papa, biasanya dia selalu bilang ga berani..”
“Terus?”
“Ya pas Mama sama Papa nanya apa kita pacaran dia malah bilang, ‘Engga om, Tante, kita cuman simulasi aja..’ “ Tercipta kekehan sejenak dari mereka. “Padahal Mama sama Papa serius nanyanya..”
“Gue gatau apakah hal itu pantes di permasalahin atau engga. Tapi menurut gue dia keterlaluan aja ga nempatin posisi dan kondisi..”
“Mungkin bercanda adalah cara dia mengatasi nervousnya kali, Kak?” Ucap Chan tiba tiba.
“Bisa jadi, Soo” Sambung Jeonghan.
“Ya tapi masa bercandaanya bawa bawa hubungan? Ya ga seru..”
“Gue..” Chan tiba tiba bersuara dan menggantungkan kalimatnya. “Gue diputusin karena dibilang main game mulu” Mata ketiganya membelalak tak percaya.
“Lo pacaran?”
“Jangan minta rahasia lo semua doang yang minta di jaga, jagain rahasia gue juga, Kak!”
“Anjir Chan sumpah demi apa lo udah pernah pacaran?”
“Pernah lah, ya itu. Diputusin gue gara gara katanya gue ngegame mulu. Emang hidup harus tentang dia? kan harus tentang gue juga”
“Apa yang lo lakuin pas galau?”
“Ngegame?”
“Awas ntar matalo picek ngegame terus”
“Gaenak bener do’a lo, Kak Won”
“Cowo apa cewe?”
“CEWELAH! GUE GA HOMO”
“MAAAAMMMM, CHAAN UDAH PACAR—“
“Kaaakkkk~ kan gue udah bilang rahasia negaraaa!!!!!!”