Wonwoo gaperlu lari jauh sampai ke ruang penyimpanan alat kebersihan gedung kalau aja dulu dia bisa berfikir dua kali. Kalau aja dulu seandainya dia memikirkan skenario ini, maka akan ia tanam dalam dalam keinginannya untuk menyampaikan perasaannya kepada Seungcheol. Kalau aja dan kalau aja.

Mungkin kalau aja acara ungkap menungkapkan perasaan itu gapernah ada, mungkin Wonwoo hanya akan menyelesaikan masalahnya kepada Jeonghan seorang walaupun pelik, menyelesaikan rasa malunya sendiri, dan mungkin Jeonghan akan memaklumi. Dan mungkin aja gaperlu ada Jisoo yang dituntut Mama papa dan Om Bundanya cuman buat nyari eksistensi manusia atas nama Jeon Wonwoo ini.

Mungkin aja kalau gaada kebodohan Wonwoo, ia sudah berjalan mantap untuk berfoto ria dengan sepupu sepupunya dan juga Seungcheol. Tapi yang namanya takdir akan selalu jadi takdir.

“Lu ngapain disini?” Suara Jisoo menggema.

“Anjir lu ngumpet ya, Won? Kurang ajar gue udah dimarahin Mama sama Papa” Wonwoo cuman bisa memijit pelipisnya dan membiarkan sepupunya menarik pergelangan tangannya.

“Emang kenapasih pake acara ngumpet? Gebetanlu dateng? Mantanlu? Ato siapa?” Jisoo terus bergumam sambil narik tangan Wonwoo.

Calon abang ipar lo, bangsat.

Kemudian disinilah Wonwoo, berdiri tepat disebelah Seungcheol dan Mama Papa nya mengikut dibelakangnya. disebelah sana Jeonghan dan Jisoo berdiri diikuti Mama Papanya juga dibelakang Jisoo dan Chan ditengah. 2 sampai 3 kali flash kamera memukul pupil matanya, kakinya lemas dan rasanya ia hanya ingin menenggelamkan wajahnya.

Kalau hidup bisa ditukar tambah, Wonwoo mau menukarkan dirinya atau kalau saja bisa ia mau menguap dengan udara, saat itu juga.