Vernon menemukan Nadit berdiri sendiri memijak pasir pantai, jemarinya mengapit satu batang nikotin.

You smoke, again.” Sapa Vernon, membuat Nadit terkesiap.

Ia tersenyum kecil, menepuk pelan jemarinya membuang abu rokok yang mulai penuh diujung. “Dizzy.”

Because of that man?”

“Lebih dan kurang, kurang dan lebih.”

Ombak pantai menderu, sesekali menyapu kaki telanjang mereka. Batang penuh bahan adiksi itu terus menerus di hisap oleh Nadit, tidak membiarkannya bersisa barang sedikit hingga bagian filternya, kemudian ia lemparkan jauh ke arah laut sana.

Nadit kembali merogoh kantong, mengeluarkan kotak rokok dan mengambil satu batang lagi. Nadit tau, pasti temannya yang satu itu akan mulai mengecapkan lidah kemudian mengambil batang rokoknya dan biasanya akan—

“Mau satu..”

..mematahkannya.

Kali ini, Nadit cukup terkejut.

Bukan, bukan karena ini pertama kalinya Vernon mengisap batang nikotin itu, tapi memang dirinya adalah yang paling jarang menyentuh benda penuh adiksi tersebut, dan jadi orang nomor satu yang akan terus menerus melarangnya.

Nadit masih terdiam, mengapit satu rokok yang belum dinyalakan di bibirnya, masih tidak percaya melihat Vernon merampas kotak tadi, mengapitnya dengan bibirnya kemudian mematikkan korek dan cahaya api itu mulai mengiluminasi wajah Vernon.

Lit it up.” Katanya, menyodorkan rokok milik diri sendiri yang sedang membara ujungnya. Nadit yang masih kebingungan hanya menurut dan menghidupkan benda adiksi tadi dengan ujung bara milik Vernon, kemudian menghisapnya dalam, menimbulkan asap yang mengepul.

“Kamu kenapa, Vernon? Tumben banget mau ngerokok?”

“Ngeliat kamu kusut aku ikutan kusut.” Katanya, mengundang tawa dari Nadit.

Bullshit.” Vernon menyunggingkan senyum kecil.

What’s so special about this man, Nadit? You have never took a cigarettes just for a stupid man.”

I have, Vernon. My Dad.” Vernon terkikik kecil.

He is the exception.”

Keduanya terdiam, Nadit sesekali bermain dengan pasir pantai yang baru saja di tampar oleh deburan ombak, membenamkan jemari kakinya, kemudian membiarkan air yang datang untuk menarik pasir yang menanam kakinya tadi. Tingkahnya membuat Vernon tertawa.

Are you 5 years old?”

I wish i am.”

Nadit menarik nafasnya dalam, kemudian membuangnya agak berat, lalu mengawang ke atas langit malam, menatap entah apa.

How’s my dad going up there ya, Vernon?”

Better than good.” Vernon mengangkat bahunya. Apalagi yang bisa dilakukan oleh orang yang tidak lagi panjang umurnya? Tidak ada jawaban yang bisa Vernon validasi, pun, orang lain, karena itu hanya rahasia Tuhan semata.

“Gimana bisa dia baik-baik aja disana, kalau dia gak punya orang buat di pukulin?”

Vernon terdiam, tidak mampu menimpal.

He was so fucking jerk, how can i miss him this bad.”

Tatap mata milik Vernon hanya mampu menatap air laut.

“Dia bahkan gak bilang maaf sama Ibu di detik detik terakhir dia pulang. Gak tau malu.”

“Nadit..”

But I miss him so fucking bad, Vernon.” Kini ada air mata yang memupuk di sudut mata Nadit. Dan si gadis, berusaha sekuat tenaga agar bulir bulir itu tidak jatuh di pipinya.

Nadit menarik nafas, lagi lagi batang nikotin itu sudah habis dihisapnya. Pun, milik Vernon, sudah berdetik yang lalu ia buang entah kemana.

You know what?” Nadit membuka suara. “I think i’ve seen this film before.”

What was that? Are you trying to singing or what?” Vernon mengerutkan alisnya sambil tertawa kecil, bingung apa yang sedang dilakukan sahabatnya.

No. Waktu itu, di jam segini..” Nadit mengangkat tangan kirinya, menatap angka di jam tangan yang melekat manis disana, hampir tengah malam. “Aku rindu Ayah, i took one cigarettes dan dari ujung sana..” Nadit menunjuk ke ujung agak jauh disebelah kirinya. “Ada yang datang..”

Tapi malam ini, bahkan ketika Nadit menurunkan tangannya, dari ujung sana, hanya ada kegelapan, sama sekali tidak ada sesosok orang pun yang melangkah mendekat.

And I didn’t like the ending.” Vernon melihat Nadit mengangkat bahunya, menunduk menatap kakinya dan menghirup udara dalam.

It feels like..” Ucap Nadit. “Right now, i need someone who will understand me, like the way he did just like that night.”

“Rasanya.. kaya aku sama Kim sama-sama paham satu sama lain. Anehnya, kita yang waktu itu masih sama-sama orang asing, ngerti keadaan dan posisi satu sama lain. And if i could, i wanted to meet him just like that night, that one night.” Kalimat Nadit berhenti, kini ia lagi lagi menoleh ke satu arah dimana ada orang yang ia harapkan kembali muncul, tempat dimana pertama kali di lihatnya sesosok laki-laki berjalan mendekat dari sana.

You’ll find a way, Nadit. You will.” Vernon membalas singkat dengan senyum kecil di kedua sudut bibirnya.

It is not easy as it seems, Vernon. You know, what Mark told me? He might be in relationship, so.. he didn’t text me..” Nadit mengangkat ponselnya, dan menemukan sama sekali tidak ada notifikasi disana.

“Hah.. Maybe you're right about the feeling i have,” Vernon menoleh, mengangkat alisnya dan siap mendengarkan kalimat lain yang akan muncul dari mulut Nadit. “Soal, aku baru ketemu dia dua kali, dan aku masih belum figure it out soal perasaan apa ini. Maybe.. I’ll let this feeling go. Mungkin ini juga pertanda dari semesta, kalau aku sama dia emang gak ada kesempatan, gak ada jalan.”

“Nadit—“ Sahutan Vernon terputus karena Nadit yang buru buru membuka ponselnya ketika ada notifikasi yang masuk.

Shit! Vernon!”

What?! Why?”

We need to go home.”

Is there any problem?”

I think Kim has visiting my house.”