Surat kepada langit. tulisan kecil Migu, 15 tahun, untuk Abang.
Hari itu Abang pulang, tapi yang Migu lihat kulitnya pucat. Kalau biasanya Abang pulang dengan kakinya sendiri, hari ini Abang pulang dibantu kaki yang lain.
Migu udah cukup ngerti, sewaktu Bi Ratih meluk Migu dan bilang kalau Migu harus belajar berbesar hati. Migu gak kalah kuat kaya Abang, kata Bi Ratih, Migu juga pasti suatu saat jadi orang hebat kaya Abang.
Sewaktu akhirnya bisa ngeliat wajah Abang, Migu bingung harus bereaksi seperti apa. Migu punya banyak cerita di SMP yang pengen Migu ceritain sewaktu abang pulang. Tapi malam ini yang abang dengar cuma lantunan ayat suci yang harapannya mengantarkan abang dengan tenang.
Migu denger dari Bi Ratih kalau ada orang jahat yang merampas hak abang untuk hidup. Pada akhirnya, Migu memilih nangis dan menolak untuk marah, padahal Migu dengar Mamah sama Papah teriak marah sewaktu nangis. Migu nangis karena ternyata abang udah gak akan pulang ngetuk pintu dan kita engga akan ngisi ruang tengah untuk sekedar main PS sama-sama. Migu nangis, karena Migu takut, kalau disana abang bakalan ngelus kepala adek yang lain, siapapun itu yang abang kenal disana. Migu nangis, karena Migu engga mau abang Migu jadi abang orang lain.
Maaf ya abang, Migu disini berdoa semoga abang tenang sendirian, engga perlu ketemu siapapun untuk abang panggil dengan sebutan adek. Karena Migu mau selamanya jadi adeknya Abang.
Seminggu semenjak abang dipeluk bumi, rumah sepi. Papah balik kerja kaya biasa tapi Mamah lebih banyak ngabisin waktunya sendiri di kamar. Migu sering ngintip Bi Ratih nyuapin Mamah makan, padahal Migu juga mau disuapin dan nyuapin Mamah. Tapi Migu takut malah nanti Migu nangis, hehe.
Abang, Migu juga sedih karena abang engga nitipin pesan pesan terakhir untuk Migu. Migu juga sedih kenapa semua cerita yang Migu punya itu Migu simpan dulu, engga Migu cicil sewaktu kita lagi nelfon, supaya hati Migu lebih lempeng untuk ngelepas Abang kalau akhirnya Abang harus ninggalin Migu kaya gini.
Abang, mimpi yang sama-sama kita gantungin untuk New York, Migu simpan di kantong dulu ya, Abang. Migu janji, nanti Migu penuhin semua mimpi kita. Migu janji untuk selalu menganggap abang ada, walaupun pelan-pelan suara abang udah mulai samar Migu ingat, wajah abang sesekai Migu lihat supaya engga bener bener lupa. Karena pelan-pelan, Abang, semuanya jadi bayangan yang di tutup bayangan lain, hilang.
Surat ini Migu tulis sewaktu Migu akhirnya lulus SMP. Bakalan Migu simpan terus dan nanti kalau mimpi kita di New York sana udah jadi kenyataan, Migu bakalan pulang untuk ketemu abang yang Migu tulis didalam surat ini.
Surat ini adalah surat untuk langit yang Migu titip di sepertiga malam Migu untuk mengirim doa kepada Abang. Abang, semoga doa-doa Migu didengar, dan abang disana juga senyum karena disini Migu belajar untuk baik-baik saja, dan akan terus baik-baik saja.
.
Surat kepada langit, tulisan Migu, 28 tahun, untuk Abang.
Abang, mimpi-mimpi kita yang sempat hilang, hari ini direalisasikan New York.
Migu sadar, kalau kita ini adalah bintang-bintang yang pada dasarnya selalu bersinar. Kita kehilangan arah untuk sebentar, kehilangan mimpi-mimpi kita untuk mimpi itu sendiri. Tapi pada akhirnya, langkah kita dibawah langit yang gelap, seluruh perjalanannya, adalah jalan untuk menemukan bintang-bintang yang hilang.
Abang, rumah mungkin enggak menyisakan sedikitpun hangat yang abang pegang, sunyinya disetiap sudut ruangan masih pengang. tapi untuk janji-janji yang patut untuk dilunaskan, Migu disini.
Abang, Migu pulang.