“Nih” Tangan Kak Davra menyulurkan sebuah kantong plastik berisi wedang jahe yang aku sendiri gak tau dia beli dimana karena kondisinya udah tengah malem kaya gini. “Kok bisa liburan malah masuk angin, perlu koyo gak?” ia tertawa. Tapi, plester panas itu betul betul keluar dari kantong jaketnya.

Dua benda itu aku terima sambil menggumamkan ucapan terimakasih dan tersenyum. Sejujurnya kepalaku agak sedikit pusing karena masuk angin. Kak Davra masih berdiri di tempat, dan aku yang menerawang menatap bangku dibawah kanopi yang sekarang sudah kosong meninggalkan dua gelas kotor.

“Lo emang gampang sakit ya?” Lamunanku seketika buyar. Kutatap sosok itu yang sekarang membenarkan posisi kacamata yang bertengger di tulang hidungnya.

“kadang kadang sih kak” Jawabku.

Di cottage ini, ada beberapa rumah yang ada dalam satu pekarangan. Dan didepan sana adalah rumah utama dimana orang tua beristirahat. Lebih besar dan lebih bagus. Disini, didepan rumah dimana aku dan Kak Davra berdiri adalah tempat aku beristirahat bersama Dara, satu teman sekolah Dian, dan adik perempuan Mahen. Sedangkan tepat dihadapanku, rumah dimana kak Davra dan para lelaki lainnya tempati. Cuma berjarak 10 langkah.

“Kalau gitu nanti gue kasih tau Johan supaya lo gak kerja berat ya”

Seketika aku terbahak menutup mulutku dengan telapak tangan.

“Kok ketawa?”

“Cuman nulis ide gak bakal bikin sampe tumbang kali kak” Jawabku dan dibalas kekehan kecil dari Kak Davra disertai dia yang mengelus tekuknya.

“Ya mikirin ide terus terusan juga bisa bikin tumbang kali, Ra” kemudian kita terdiam. Tanganku masih menggenggam kantung plastik tadi, kemudian tiba tiba kak Davra melepas jaketnya.

“Dara bilang tadi lo bawa jaket tipis, nih” Ia lagi lagi menyodorkan jaket miliknya. “Di sini kalau subuh dinginnya luar biasa, pas tidur dipake aja kalau mau. Yaudah gue balik ya”

Begitu lagi lagi tanganku dengan spontan menerima, kemudian dia berlalu. Gak ngucapin apa apa, pergi gitu aja. Bahkan lagi lagi, aku gak sempat ngomong makasih.