“Mau rasa apa?” Nadit mendongak, menatap daftar menu dan mengetuk-ngetuk dagunya berkali-kali, berfikir. Kemudian Mingyu mendekatkan bibirnya menuju telinga si gadis, “Cepetan.. orang-orang ngantri..” Bisiknya.

“Yaudah deh, Salted Caramel aja.”

Mingyu diam menatap Nadit lama. “Apa?”

“Kita berdiri hampir 5 menit disini tapi tetep pilihan kamu Salted Caramel?”

“Katanya suruh cepet?”

“Okay okay.” Mingyu merogoh kantongnya kemudian mengambil pesanan. “I’ll take one Salted Caramel and one for Strawberry.”

Setelah membayar dan mendapatkan dua cone es krim yang kemudian diserahkan kepada Nadit si empunya rasa, mereka berjalan pelan menyusuri jalanan pinggir kota.

You took strawberry?” Mingyu menoleh menatap si gadis. Sambil menyentuh benda dingin itu dengan lidahnya, ia mengangguk.

“Why?”

“Gak papa sih. Nanya aja. Too girly.”

Mingyu malah terbahak. “Kamu terlalu mengotak-kotak-an sesuatu, Nadit.”

“Yayayaya, Mr. Superior Thinking.”

Sejenak sunyi mengembara, keduanya sibuk dengan agenda masing-masing, menjilati makanan dingin yang mereka genggam.

“Kaya.. deja vu.” Gumam Nadit kemudian terkikik.

“Tapi kan waktu itu kita makan es krimnya duduk?”

“Hm..” Nadit menyipitkan mata sambil menoleh pada lelaki tinggi disamping tubuhnya. “Pretty close sih sebenernya. Haha.”

“Nadit..”

“Hm?” Masih fokus pada langkah, ia sama sekali tidak menjawab dengan menatap wajah yang memanggil namanya.

You know about Vernon, right?” Nadit sontak berhenti, ia tatap lamat wajah Mingyu.

Nadit diam, berusaha memilah. Karna sejujurnya, ada banyak yang dia tau soal Vernon.

Don’t you think that he.. likes you?”

Oh.

Nadit menekuk senyumnya, menunduk kemudian kembali berjalan beriringan dengan Mingyu yang berusaha menyelaraskan langkah kakinya.

Complicated ya..”

“No.. aku cuma nanya kamu tau soal itu?”

Yes?”

And then?”

Kali ini Nadit menatap sepatunya. Melangkah pelan menyusuri trotoar kota. Ia biarkan angin menabrak helai rambut yang ia kucir kuda dan bahkan sudah melorot kucirannya. Ia bingung harus menjawab apa.

“Kayanya.. kalau mikir friends to lovers tuh romantis ya? menurut kamu gitu gak?”

Yes?

You know what, Mingyu.. being friends with Vernon is truly amazing. you have no idea soal apa aja yang rela dia lakuin buat aku.tapi aku selalu takut, kalau aku gak bisa bedain ego dan sayang kalau semisal hubunganku sama dia lebih. I am so afraid that i’ll hurt him, and i am so afraid that he will hurt me.”

“Banyak hal yang sebenernya gak harus lebih. cukup. Yaa kaya hubungan aku sama Vernon. cukup sampai di teman aja.” Sambung Nadit lagi.

Entah untuk yang keberapa kali diam terus mengudara, keduanya sibuk membekap suara. “Aku jahat, ya?”

Mingyu tersontak. “Hah? Enggak sih enggak. Maksudku.. ya itukan hak kamu karna kamu yang punya perasaan. Tapi.. masa iya selama temenan sama dia kamu gak punya rasa?”

“Mingyu..”

“Hm?”

“Kamu gak tau seberapa kerasnya aku buat nahan diri.”

Mingyu membisu, mulutnya tertutup rapat. Bahkan es krim di tangannya tidak lagi mampu masuk barang sesuap.

Nadit hanya menyunggingkan senyum kecil, kemudian menarik pergelangan tangan Mingyu untuk kembali berjalan bersejajar dengan dirinya.

“Udah ayo cepetan jalannya..”

Then how about me?” Pertanyaan impulsif yang keluar dari mulut Mingyu menghadiahkan ekspresi tanya di wajah Nadit serta langkahnya yang mendadak terhenti.

“Kamu kenapa?”

Aren’t you afraid, kalau semisal you’ll hurt me and i’ll hurt you?”

“Yaa takut.. cuma.. you and Vernon are different. Jadi, gejolak perasaannya juga pasti beda. I mean, kamu sama aku kan belum jelas, kalaupun di tengah jalan you hurt me and i hurt you, at least status kamu gak kaya Vernon..”

So.. in theoritical, statusnya Vernon ada di atas aku?”

God, Mingyu. Vernon udah bareng sama aku dari kecil banget. Please don’t comparing yourself with him, lah.”

“Vernon atau aku?” Seringai kecil muncul di sudut bibir Mingyu. ‘he looks up grinning like a devil’

“Stop atau aku lempar es krim ini ke muka kamu?”

“Hahahah, bercanda.” Nadit terpaku membatu. Setelah apa yang barusan Mingyu lakukan, mencolek hidungnya. Kemudian ia berlalu, tidak menyadari bahwa Nadit masih disana, masih diatas pijakannya.

“Cepetan jalan atau kamu aku tinggal ya, Nadit.”

Langkahnya kemudian kembali seperti semula dan dengan cepat berlari mencoba berselaras.

Agenda keduanya pada malam hari bukan sesuatu yang istimewa sampai-sampai mengasosiasikan setiap titik menjadi hal yang patut dikenangkan.

Sampai tengah malam, yang mereka lakukan hanya main ke Arcade, duduk singgah untuk makan dessert cake, kembali menyurusi jalanan kota, atau memijak di pasir pantai hanya untuk mencoret-coret pasir yang baru saja di siram debur ombak.

Tapi Nadit memang harus mengakui bahwa malamnya kala itu, memanglah patut dikenangkan.

Baju mereka setengah basah, ditengah tawa yang masih tersisa, Mingyu ajak Nadit untuk kembali ke mobil. Waktunya pulang dan beristirahat.

Namun sejujurnya di hati Nadit yang paling dalam, ia menolak. Ia tidak mau terlalu cepat pulang padahal malam masih terlalu panjang. Dilain sisi, ia tidak mungkin membiarkan Ibunya khawatir karna telat pulang ke rumah.

You have fun today?”

Mingyu sedikit membersihkan celananya sebelum kembali masuk ke dalam mobil.

Yes, of course.”

Mingyu diseberang sana, melipat tangannya di atas kap mobil dan mengistirahatkan dagunya.

Time to go home..” Cicitnya kecil.

Nadit menyunggingkan senyum kecil, kemudian mengangguk.

“Jangan sedih gitu, kita bisa ambil rute paling jauh sebelum sampe kerumah kamu. Mau?”

Jangan tanyakan seberapa membuncahnya perasaan Nadit didalam sana. Ia tidak berkata, tertawa kecil kemudian mengangguk mantap.

Mingyu benar-benar membawa Nadit melewati rute yang menjauhi jalan menuju rumahnya. Kini mobil milik Mingyu itu melaju kencang di jalanan sepi dan pantai di sebelah kanannya.

Sepi.

Dingin.

Berangin.

Ada alunan lagu yang mengalir memenuhi suasana dari stereo mobil Mingyu.

Beberapa lagunya tidak Nadit kenal. Entah karena sudah ketinggalan zaman atau memang Nadit yang kurang update perihal lagu-lagu itu. Beberapa lagi, Mingyu bilang lagu Indonesia, yang sepenuhnya kurang bisa Nadit pahami bahasanya.

“Kamu kalau mau putar lagu lain, boleh..” Tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan, Mingyu bersuara.

“Bener?”

“Iya, hidupin aja bluetooth-nya..”

“Asikk”

Setelah koneksi mulai tersambung, Nadit menekan satu lagu dan ia mulai mengalun disana.

Robbers milik the 1975.

“Kamu tau gak, aku bikin playlist di Spotify aku buat night driving kaya gini, padahal biasanya aku dengerin gak lagi night driving.”

“Oh ya?” Mingyu perlahan-lahan secara bergantian menatap jalanan dan Nadit yang kini mulai menurunkan seluruh kaca jendela dan membiarkan angin menyapu jemari lentiknya.

“Iya. Aku beneran gak nyangka kalau playlistnya bakal aku play di tengah jalanan sepi kaya gini dan lagi driving.”

Rambutnya berantakan tertiup angin.

“emang biasanya di play pas lagi ngapain?”

“hmmm..” Si gadis berusaha mengingat. “Mandi? Baca buku? Ngerjain tugas? Mandi.”

“Kamu udah sebutin mandi.”

“Soalnya mostly pas mandi sih.”

Si lelaki terbahak.

Mingyu sendiri, melihat bagaimana Nadit sangat menikmati agenda ini, menghadirkan banyak kecamuk di dalam dirinya. Sesekali ia membuang nafas, sesekali ia melirik, sesekali jantungnya tiba-tiba berdetak hampir keluar dari rusuknya. Anehnya lagi, ia berkeringat, ia gugup.

Setelahnya kemudian, lagu milik The Chainsmoker ft. Coldplay : Something Just Like This.

Mendengarkan liriknya, tiba-tiba Mingyu teringat kejadian saat ia menjemput Nadit dari Ralphs. “Not every superhero wearing a capes, you know? You can be the one.. Without a capes.”

“Nadit..”

“Yes?”

Sunggingan senyum hadir dari bibir Mingyu.

“Wanna do something fun?”

Sunroof dari mobil milik lelaki itu kini terbuka lebar. Rambut keduanya semakin berantakan diterpa angin yang mulai memenuhi mobil.

“You sure?” Ucap Nadit sedikit berteriak.

“Try it.”

Dengan susah payah, Nadit berusaha berdiri. Mengambil langkah pasti dan akhirnya perlahan mengeluarkan kepalanya.

Pedal gas dibawah sana agak di tekan Mingyu sehingga spedometer kecepatannya kini hampir menyentuh angka 100.

“WOOOOOOO~~~” Dari dalam, dapat Mingyu dengar suara teriakan si gadis yang mengudara hilang dibawa angin.

“FUN ISN’T?” Mingyu berteriak.

“SOOOOOO DAMN FUNNNNN!!!” Kini Mingyu terbahak mendengar jawaban Nadit yang suaranya terbawa angin.

“DEAR WORLD!!!” Nadit berteriak. “I FUCKING LOVE MY LIFEEEEEEEEEE!!! WOOOHOOOOOO~~~”

Jalanan di pinggir tebing, debur ombak dan suara semu angin malam serta alunan lagu di dalam sana yang berbaur menjadi satu. Nadit, couldn’t ask for more.

Tapi mungkin, the world will give her more.

Ia kini sudah sepenuhnya duduk rapi kembali di kursi penumpang. Senyumnya belum hilang, euforianya masih mengudara disana.

Kini, mobil Mingyu memasuki jalanan kota, meninggalkan jalanan tebing dan pantai. Kali ini, hanya ada jalanan sepi dan beberapa cahaya remang toko 24 jam disana.

“Nadit..”

“Yes?”

Pada puncak musik milih The Chainsmoker dan Coldplay yang masih mengalun itu, Mingyu memberanikan diri.

“Your first kiss.. Can I take it?”

Mingyu sudah bilang, kalaupun harus, ia tidak akan melakukannya ketika Nadit ada dibawah pengaruh. Kalaupun harus, he’ll make it worthy.

“Yes.”

Pada kecepatan 60 km/jam yang perlahan menurun, di tengah jalan raya yang bahkan tidak ada kendaraan lain, pada alunan musik yang kini mencapai puncak, Mingyu tidak tinggalkan setirnya. Tangan kanannya kini meraih wajah sang gadis, ia tarik pelan mendekati wajahnya dan kini mereka saling menutup mulut.

Membiarkan bagaimana tempo pelan itu saling mengirimkan rasa yang membuncah, yang agaknya menggebu-gebu dan panas. Lumatan demi lumatan, lidah yang bermain pelan kemudian terlepas tanpa peringatan.

Kalau saja Mingyu tidak sedang mengendarai, mungkin tidak akan ia sudahi.

Kini kedua tangan Mingyu kembali pada setir, namun tatapnya tidak beralih. Pedal gasnya tidak ia pijak dalam, tidak ingin cepat-cepat sampai tujuan.

“How does.. it feels?” Tatap Mingyu terpaku pada jalan. Melemparkan tanya dengan hati-hati. Senyumnya masih disana, kali ini malu menatap lawan bicaranya.

“Kaya..” Mingyu menunggu, menunggu jawaban yang di gantungkan Nadit. “..ada kembang api di perutku.”

Mereka terbahak.

That’s all?”

“Pahit..” Mingyu menoleh, ekspresinya terkejut hebat.

“Oh.. soal itu.. i took one cigarettes before i left..” Ia usap tekuknya.

And.. Strawberry..” Oh ya, dan es krim itu.

“Jadi.. Strawberries and Cigarettes nih judulnya?” Sunggingan senyum di bibir lembab yang baru saja menempel di bibir Nadit kini jadi apa yang ia lihat. Nadit tersenyum lebar, sesekali terkikik kecil.

Atau menekuk senyumnya.

“Should we play it?”

Mingyu angkat bahunya cepat. “Why not?”

Headlights, on me/Racing to 60, I've been a fool/But strawberries and cigarettes always taste like you

Mungkin kalau saja agenda harian Nadit adalah menulis dan melaporkan kejadian di tiap harinya pada sebuah buku tidak berguna, maka hari ini, pada satu lembar yang menjadi simpulan atas apa apa kejadian yang telah ia lalui hari ini, akan berbunyi :

*“Dear Diary..

I got my first kiss, finally.”*