Malibu Nights—epilogue.

Debur ombak diluar sana berisik. Ia datang dan pergi terus dan terus menghantam karam yang masih berdiri kokoh diatas pijakannya. Matahari naik kepermukaan, perlahan mulai bertahta sebagai tanda untuk menjadi penyokong hari.

Dan Mingyu masih belum mau menyambut harinya. Ia masih beringsut diatas kasur, menyelipkan tangannya kebawah bantal, masih menarik selimut dan masih ingin melanjutkan mimpinya.

Tidak sampai ketika ia tersentak, membelalakan mata dan buru-buru duduk dipinggir kasur. Ia lupa, kalau Ia punya janji hari ini.

Dirinya mulai bebersih diri seadanya. Masuk ke kamar mandi, menyikat gigi dan membasuh wajah. kemudian ia melangkah mengambil handuk, berjalan menuju kamar dan membuka lemari hanya untuk mengganti piyamanya dengan kaos dan celana ponggol.

Setelahnya, dengan menggunakan sandal, ia mulai keluar dari rumah dan memijak di pasir pantai. Seperti biasa, akhir pekan seperti ini, garis pantai akan selalu dipenuhi oleh pengunjung. Tua, muda, dewasa, remaja bahkan anak-anak yang sedang bermain voli disana. Beberapa lagi melemparkan fribiss-nya ke udara dan dengan sigap seekor anak anjing menangkap dengan mulutnya.

Mingyu malah jadi berwisata masa lalu mengingat anak anjingnya yang sudah entah apa kabarnya. Mingyu rindu Mickey, itu adalah fakta yang sukar ia tolak. Tapi atas beberapa pertimbangan (dulu dan sekarang) ia masih belum bisa memelihara anak anjing lagi.

Pagi menuju siang kali ini sebenarnya ia tidak sendiri. Atas pemenuhan janji yang sudah lama sekali belum terealisasi, kakinya melangkah menuju stan es krim, menilik warna-warna cerah dan mulai berimaji bagaimana manisnya makanan dingin tersebut. Bagaimana nanti ia yang akan meleleh di lidah dan menyapu habis kering di kerongkongan. Mingyu tidak sabar.

Ia pesan satu dengan cup, rasa Strawberry Sorbet, dan satunya lagi dengan Cone, Hazelnut Choco. Selesai membayar, ia membalikkan tubuh, tangannya penuh dan Mingyu menemukan 3 orang anak yang sedang berjongkok mengelilingi seseorang yang duduk dikursi pantai dibawah payung untuk menghalangi sinar matahari yang cukup terik, seseorang yang membuatnya sibuk bangun pagi-pagi untuk menyusuri pasir pantai di pagi ini. Seseorang yang membuat janji.

Ketiganya mendongak, menemukan Mingyu yang tersenyum kemudian ikut berjongkok mengikuti ketiganya.

“Namanya siapa?” Seorang anak laki-laki mulai bertanya.

“Umurnya berapa?” Disambung seorang anak perempuan yang rambutnya dikucir kuda.

Senyum milik Mingyu terlempar dari ketiga anak kecil tersebut ke subjek yang ditanya. “Nadeleine, 2 tahun.”

“Pipinya gembul.”

“Warna bola matanya bagus, warna Hazel.”

Mendengar pujian-pujian yang dilemparkan oleh anak-anak kecil yang notabene-nya adalah selalu penuh dengan kejujuran, kebahagiaan menyeruak bak kembang api di dalam dada Mingyu. Ia serahkan cup berisi Es Krim rasa Strawberry Sorbet tadi kepada si kecil Nadeleine, yang sekarang sedang jadi pusat perhatian.

“Papa, ini rasa Strawberry apa Watermelon?” Lidahnya masih belum sempurna dalam berbicara, tapi pertanyaannya serta alisnya yang mengkerut disana membuat Mingyu rasanya ingin terbahak dan menjatuhkan dirinya di pasir pantai.

“Strawberry, Nak. Kan kamu bilangnya mau rasa Strawberry.” Ia mengangguk, mulai menyendok es krimnya dan sesekali membagikannya kepada ke 3 anak yang Nadeleine sendiri tau kalau mereka sedang mencari perhatiannya.

Di satu kursi pantai yang bersebrangan, Mingyu menikmati es krim conenya sambil tersenyum penuh kebanggaan melihat putrinya yang terbahak tertawa bersama anak-anak lain.

What is your name?” Sadar bahwa pertanyaan Mingyu menjurus kepada mereka, ketiga-nya menoleh.

“Aku Ethan.” Matanya berwarna biru, rambut pirangnya yang keriting bersinar ditimpa cahaya matahari.

“Aku Scott.” Jelas anak laki-laki yang satunya lagi.

Tatap Mingyu kemudian beralih pada satu anak perempuan yang rambutnya dikucir tadi. Ia memelintir baju renangnya, menunduk malu-malu dan mulai bersuara, “Aku Lily..”

“Kenapa malu-malu gitu?” Kekeh Mingyu.

She said that she doesn’t like her name.” Scott mengangkat bahunya tinggi. Mingyu yang baru saja menelan habis es krimnya kemudian melangkah mendekati si gadis kecil, berdiri diatas lutut, menyamakan tinggi dan menepuk pelan puncak kepalanya beberapa kali.

It’s like my wife's name, it is such a pretty name you know?” Matanya melebar, bersinar seakan-akan ada taburan bintang disana. Senyumnya merekah hebat.

Is she pretty, Mr..?

“Kim.”

“Mr. Kim?”

The prettiest among the prettiest.

Then, where is she?” Kurva kecil di kedua sudut bibir Mingyu sukar untuk disembunyikan. Ia menunduk mengulum senyum.

At home.” Balasnya singkat dengan intonasi suara lembut. Ketiga-nya masih fokus pada Mingyu sedangkan putri kecilnya masih asik menghabiskan satu cup Strawberry Sorbet yang sudah jadi permintaannya berminggu-minggu yang lalu.

Making you a tea?” Dengan kikikan kecil, Lily menutup mulutnya malu-malu.

Making me a tea.” Mingyu mengangguk memberikan validasi. Padahal ia tidak tau apa yang sedang gadisnya lakukan dirumah sana.

Well, then we should come to your home to drink some cup of tea.” Ethan kemudian bersuara. Ketiganya tersenyum lebar, raut wajahnya penuh harap menanti jawaban dari Mingyu. “We lived here, Mr. Kim. And we’d love to play with Nadeleine more and we really want to see Mrs. Kim as well!” Mingyu tidak perlu menimbang, ia akan dengan senang hati membukakan pintu rumahnya, apalagi untuk anak-anak ini.

I really want to see Mrs. Lily too, Mr. Kim!” Dengan suara penuh indikasi manja, Lily memohon dengan menautkan jemari kecilnya.

Sure. A cup of tea won’t hurt us, right?” Mingyu kemudian berdiri dan bersiap. Ia memakaikan bucket hat dikepala Nadeleine untuk menghalanginya dari sinar matahari. 5 jemari kecilnya mengenggam 2 jari Mingyu. Berselaras mereka berjalan menyusuri bibir pantai.

Sesekali, 3 anak kecil yang mengikutinya dari belakang saling dorong dan terbahak, mendistrak Nadeleine sehingga sesekali membuatnya terseok akibat tidak melihat jalan. Maka tangan kuat Ayahnya yang akhirnya harus sigap.

Ketika suara derik daun pintu mulai memenuhi rumah, seorang gadis di dapur sana sedang sibuk menilik isi kulkas. Rambutnya dikucir dan lagi-lagi kaos kebesaran itu. Mingyu yakin pasti dirinya mencuri pakaiannya lagi dari dalam lemari.

“Na..” Lirihnya. Bola mata kehijauan itu menoleh dari sana. “I bring us some guest. Do you mind if you making us some tea? With ice?” Kepala Mingyu menoleh kebelakang mencari validasi dari ketiga anak-anak yang wajahnya cerah mengalahkan terik diluar sana.

With Ice, Mr. Kim!” Jawab ketiganya serempak.

Mata Mingyu mencari mata yang terkejut didapur sana. Tidak henti-hentinya tersenyum dan masih menggengam bahagia yang dari tadi terus bersahut-sahutan didalam dadanya. “With ice, Mrs. Kim.

and sometimes, home isn’t 4 walls, it’s 2 eyes and a heartbeat. Indeed.