Lagi lagi Wonwoo tidak pernah membayangkan skenario aneh seperti ini. Tadi, saat Papanya memanggil untuk menyambut tamu didepan gedung, manik matanya menangkap sosok yang rasa rasanya ingin membuat hatinya meledak ledak. Ia yang sendari tadi merasa bahwa hari ini adalah hari yang kacau, tiba tiba saja awan gelap diatas kepalanya sirna dan tergantikan dengan matahari yang cerah.

Padahal, ia hanya melihat eksistensinya masuk kedalam gedung, si dia tidak melakukan apapun, si dia hanya melengguh masuk, menoleh ke Wonwoo saja tidak sama sekali. Tangannya bergetar hebat saat tadi memotret sosoknya, takut takut.

Namun dibalik itu semua, Wonwoo ingin meloncat hebat sangking bahagianya melihat sosok itu. Yang ia tidak tau siapa, darimana, anak siapa, apa hubungan ia dengan keluarganya atau hal hal lainnya.

Bukan manusia namanya kalau tidak penasaran, setelah eksistensi para tamu mulai melenggang, ia kembali masuk kedalam dan mengedarkan pandangannya. Memutar kepalanya ke kanan dan kekiri seperti burung hantu, dan ditemukannya sosok itu duduk sambil makan di kursi VIP bersama—

—teman temannya.

Soonyoung, Jihoon, Jun dan Seokmin, adik tingkatnya yang baru saja berkenalan tadi.

Wonwoo bingung, takut dan terpaku di pinjakannya. Lagi lagi pikirannya berisik, bertanya tanya soal apa ini rencana semesta yang akan membawanya pada jurang kebodohan atau memang ini sudah saatnya Wonwoo menerima takdir baik dari semesta? Atau mungkin ini hanya kebetulan yang tak akan menemukan ujung? Oh oh, atau ini tingkahnya semesta lagi untuk menghancurkan hatinya? Wonwoo sendiri hanya mampu menebak nebak, entah yang mana yang akan menjadi garis takdirnya. Apapun itu, Wonwoo sendiri berprinsip bahwa apapun yang akan ia lakukan kedepannya, harus penuh dengan kehati hatian.

Ia melangkah mendekati teman temannya, jas yang tadi pagi rapi kali ini sudah tak lagi terkancing mengingat jam sudah hampir menunjukan pukul 5 sore.

“Nih, Gyu. Yang punya hajatan..” Kata Seokmin.

“Sepupunya, Seok..” Balas Jihoon menegak minumnya. Wonwoo menarik kursi lain karena kursi kosong di meja VIP sudah diiisi oleh orang orang ini. Kemudian disana, ada orang yang menjulurkan tangannya.

“Mingyu, Kak. Temennya Seokmin..” Wonwoo langsung menjabat tangannya tersenyum sembari membetulkan kacamatanya.

“Wonwoo, sepupunya yang punya hajatan..”

“Tapi ya, Won..” Kata Soonyoung tiba tiba. “Gue baru tau kalo lo jago banget ngambil foto ora—anjir sakit bangsat” Pinggang Soonyoung dicubit Wonwoo kuat, membuat si empunya berteriak meringis kesakitan.

“Biasa ini mah berdua, kerjaannya sabit sabitan” Jihoon menggigit sedotan sembari menyenderkan pundaknya di kepala kursi, menikmati suasana berisik seakan akan sudah jadi makanan sehari hari.

“Eh temennya Wonwoo udah pada makan semua?” Seorang wanita paruh baya mendekat sembari menyapa.

“Udah tante, baru aja selesai”

“Nanti kita foto dulu ya sebelum pada balik..” Katanya mengusap bahu Jun pelan dan melemparkan pandangan ke yang lainnya.

“Maaammmm, Chan bilang itunya agak perih” Seseorang datang menghapiri wanita paruh baya tadi.

“Soo, pakein toa ajasih..” Kata Wonwoo.

“Oh iya? Bandel sih dia disuruh pake celana dalem batok gamau.. Bentar ya, tante urus si bontot dulu..” Wanita tadi kemudian berlalu.

“Jisoo kok baru keliatan sih..” Sapa Soonyoung.

“Iya nih geng, sorry ya.. btw siapa nih, udah nambah anggota geng bangkotan?” Jisoo duduk di pangkuan Wonwoo, malas menarik kursi.

“Wah mesti di cepuin si Wonwoo nih nama geng kita” Protes Jun.

“Gue lagi.. padahal mah dia hobinya ngintipin hape gue..”

“Kenalan dulu dong, ni dua dua adek tingkat gue, Soo. Ini Seokmin, satu lagi Mingyu” tunjuk Soonyoung. Yang diperkenalkan menjabat tangan Jisoo dengan sopan.

“Ini sepupunya si Wonwoo, paling waras deh diantara mereka semua..” Jihoon memperkenalkan.

“Jeonghan juga waras, si ini satu ama si bontot yang kaga ada waras war—aaaaaasuuu won perih banget asli ya Allahhh” Soonyoung, untuk kesekian kalinya, pinggangnya.

“Kak Wonwoo jago mencubit ya kak..” Kekeh Seokmin bercanda.

“Mau gue cubit juga gak?” Tantang Wonwoo dan mendapat jawaban cepat dari Seokmin “Oh gausah kak makasih. Dirumah udah sering dapet simulasi..”

“Justru karena udah sering di simulasiin dong, jadi bukannya harusnya tu kulit udah tebel?” Dikompori ternyata memang tidak enak, itu yang kali ini Seokmin rasa. Ia hanya mengusap tekuknya kemudian bergumam “Salah ngomong ye bang, gue..”

“eh btw, celana dalem batok bentukannya gimana dah?”

“Lu gapernah sunat apa Jun?”

“Gua mah dulu sarungan, mana gue tau batok batokan..”

“Ya itu, depannya kaya batok biar kaga kena titit langsung..” Kemudian tawa pecah disana, pembahasan absurd seputar sunat menyunat dan serba serbinya.

Wonwoo tertawa, hidungnya yang mengkerut dan matanya yang ga pernah teralihkan pada satu orang yang tertawa saja agaknya masih segan dan sikapnya yang kikuk. Lucu, batin Wonwoo. Gigi taringnya yang tidak seperti kebanyakan taring, ia yang mengusap tekuknya dengan canggung, ia yang mengulum senyum, ia yang diam tapi sekali lagi menarik perhatiannya. Ketika pemerhati ini tertangkap basah tatkala matanya terpaku pada mata disebelah sana, buru buru ia berdeham seakan akan tak terjadi apa apa, seakan akan yang tadi itu hanya angin lalu saja.

Padahal badai, gemuruh, petir dan angin kencang di hatinya. Kembang api dan kupu kupu di perutnya. Ingat perasaan sewaktu naik rollercoaster ketika perut kita dikocok saat rollercoasternya berputar putar? Seperti itu rasa kiasannya. Wajah Wonwoo akan berlakon seakan akan tak ada apapun disana, tapi siapa yang tau dalamnya? Tapi kembali lagi, tak menutup fakta bahwa ia takut. Takut jatuh sendiri, tak ditolongi.

“Wonwoo, kata Mama nanti jangan pulang dulu, kita foto. Ajakin temen temen kamu”

“Nah ini nih yang punya acara, Yoon Jeonghan..” Soonyoung berdiri menepuk tangannya dan menunjuk sesosok atas nama Yoon Jeonghan. Yang diperkenalkan hanya memutar kedua bola matanya malas.

“Udah pada kenyang kan? Amplop jangan lupa diselip, biar ade gue bisa beli sepeda..”

“Minta ama presiden aja kak, gratis..” Kata Jihoon. Jeonghan hanya menggelengkan kepalanya kemudian berlalu.

“Agak tempramen ya, Soo, kakaklu..” Jisoo hanya tertawa, padahal kakaknya yang satu itu tadi hanya bercanda.

Sikap Ibu Ibu di negara ini memang ga jauh jauh beda. Sebelum kembali, Mama Jeonghan memanggil semua teman teman Wonwoo tak terkecuali Seokmin dan Mingyu untuk ikut berfoto dengan Chan yang sudah lelah dan letih karena semenjak pagi tadi dia adalah pusatnya.

Kali ini, dibelakang pundak Papa Jeonghan, Wonwoo berdiri. Dan dibelakang Wonwoo, seseorang dengan nama Mingyu tadi berdiri. Dadanya menempel pada pundak Wonwoo, dan jantung sang empunya memompa darah lebih cepat dari biasanya. Kalau tadi saat berfoto dengan Seungcheol ia ingin membuang muka, kali ini, ia ingin wajahnya terpampang dengan jelas, ia ingin hasilnya keluar dengan bagus, karena didalam satu foto ini, ada dirinya dan orang itu.