Jangan tanya seberapa kesalnya Vernon dengan agenda hari ini. Bersepeda, pada pukul 8 malam hari dimana harusnya ia tergolek santai didepan TV-nya dengan semangkok popcorn caramel instant yang akan di peluknya sampai ke sisa-sisa akhir.

Vernon terengah, dengan keringat yang mengucur dari dahinya, ia mendongak menatap satu laki-laki yang sudah berada pada ujung jalan yang agak menungkik, Vernon sudah menyumpahinya sejak detik pertama ia mengeluarkan sepeda.

Sebenarnya, kalau bukan karna sebuah embel-embel “Kamu habis itu aku traktir apa aja yang kamu mau”, Vernon lebih memilih tidur dirumah. Tapi, makanan di Moonshadow benar-benar membuatnya penasaran bukan kepalang. Konon, harga makanannya mampu membuat kantong pelajar sepertinya berteriak. Apalagi soal Wagyu yang sering Mark bilang. Apapun itu perihal makanan, akan selalu Vernon perjuangkan.

“Cepetan, Vernon. Keburu tengah malam.” Dengan berat ia dayungkan pedal sepedanya (dengan sumpah serapah lain di dalam hatinya) menghapiri Mingyu yang seakan-akan tidak merasakan beban berat bersepeda.

“Aku..hh..tunggu..Kim..sebentar.”

Vernon biarkan tubuhnya jatuh diatas jalan dan juga sepedanya yang kemudian ikut jatuh tertidur. Ia bentangkan tangannya, melepas topinya dan menarik nafas perlahan-lahan. Tapi, Vernon sedikitnya bersyukur karna lelaki satu itu lebih memilih mengajaknya ke Malibu Bluffs Park untuk bersepeda. Kalau saja, kalau, dirinya mengajak Vernon ke Zuma Canyon Trailhead, sudah Vernon buang sepedanya lebih dulu ke pinggiran tebing.

Dapat Vernon dengar kikikan Mingyu.

Mingyu kemudian duduk di sampingnya yang masih menarik nafas dengan menggebu-gebu, seakan-akan oksigen sebentar lagi akan hilang dari bumi. Ia melepas helm sepedanya, kemudian ikut duduk memeluk lutut. Berbeda dengan Vernon, Mingyu mengambil nafasnya dengan lebih teratur.

“Kamu harus sering-sering sepedaan, Vernon. It seems like you always spend your time in the house.”

How could this bastard knows, batinnya.

“Yaa..Ya.. Terserah.” Kini Vernon bangkit. Duduk dan mengambil minumnya, menegak dengan anarkis.

Malibu Bluffs Park mostly form as a park, ada di Pasific Coast Hwy St. dan jaraknya cukup dekat dengan pantai. Bahkan dari posisi mereka, samar masih terdengar suara debur air laut. Seharusnya, mereka sudah tutup pukul 5 sore tadi, namun walking track yang mereka gunakan untuk mengayuh sepeda tidak perlu akses karena memang dibiarkan untuk umum.

“Soo.. kamu udah siap buat jadi anak kuliah?”

Vernon tidak langsung menjawab, ia membersihkan bibirnya dari sisa-sisa air sehabis menegak minum, menutup botolnya, kemudian meletaknya kembali pada tempat semula.

I don’t know.” Vernon mengangkat bahunya. “Kaya.. bingung aja..”

“Kenapa bingung?”

“Bingung mau kuliah apa, bingung mau kuliah dimana, bingung kalau harus pindah dari rumah, bingung, bingung dan bingung.”

“Pilih apa yang kamu mau, Vernon.”

Vernon mengangguk. “But, what if.. yang aku mau, gak mau aku?”

Diam sejenak tercipta.

Isn’t sad, Kim? Kalau aku harus menjalani kuliah yang aku gak mau? Cuma karena yang aku mau gak mau aku? Kaya.. itu tuh selalu aja tau menghantui kepalaku. What if, what if, what if.”

Face it first, Vernon.” Tanpa menoleh, Mingyu malah menengadah ke langit sana. “Itu kan cuma pemikiran kamu aja. Your ‘what if’. Coba aja kamu pikir, “What if, kalau ternyata itu cuma ketakutanku aja?” Pasti itu bakal bikin pemikiran kamu berputar jadi sesuatu yang lebih baik.”

Spread positivity, Vernon. To your own self. Then, let the positivity built you. And I’m sure, what you’ll find in the near future, you’ll face it with the positivity itself. Sounds good, right?” Kini Mingyu mengalihkan pandang kepada si anak remaja.

“Yah, sounds good. But not as good as the idea that will always haunt you with no control.”

“Heeyyy!” Mingyu kini merangkul bahu Vernon. “Chill, man. Yang penting sekarang tuh, kamu bikin plan dalam skala sempit dulu. Sehabis ini mau kuliah apa dan dimana. Udah, sisanya urusan nanti. Karna your what ifs, gak akan selalu ngasih jawaban pasti.”

You right.” Vernon mengangguk, tersenyum kecil. kemudian keduanya terbahak kecil dan saling menepuk bahu.

“Jadi, kapan ujian akhir sekolah kamu?”

Well, sebenernya kita gak ada ujian. Cuma sekedar mengajukan permohonan dari sekolah untuk ke universitas lewat jalur-jalur khusus.”

“Wow.. enak dong? Terus kenapa kamu harus takut?”

“Yaa.. kan kaya yang aku bilang? Sesuatu yang aku mau, belum tentu mau aku. Do you.. exactly understand what I mean, dude?”

Mingyu tertawa dengan anggukannya. “Paham.”

“Terus.. selesai sekolah, kapan?”

“Dua minggu lagi, sehabis itu kita ada Prom.”

“Woowwww~” Vernon benci itu. Ia berekspresi terlalu berlebihan. Lihat, lihat wajahnya. Bahkan ia menepuk bahu Vernon agak kuat.

Damn, man. That was hurt..”

“Hahahah.. Sorry.” Kini tawa Mingyu mereda. “I just.. tiba-tiba keinget masa SMA..”

Your prom?”

No, we don’t have that one.. well, beberapa sekolah ada, tapi sekolahku sewaktu itu gak ada. Tapi, percaya sama aku, it will be that fun! Kamu harus ikut!”

Vernon menggigit dalam bibirnya, menunduk entah memainkan apa dengan jemarinya disana. “I don’t think that I will come..”

Why?”

Vernon angkat bahunya, “You know, Kim.. Prom will always full of romantic thingy, dancing and.. and anything that related to it. And you will never go to the prom without..”

Without what..?” Mingyu menunggu jawaban lain yang Vernon gantungkan.

Dance partner..”

Mingyu terbahak membuang kepalanya kebelakang, memukul pahanya sendiri.

“Kamu ketawa? Did you.. seriously?”

Setelah menyelesaikan agendanya akibat perut yang kram, Mingyu akhirnya membuka mulut. “Just.. ask her..”

Ask who?”

Nadit of course..”

“Kim.. I bet for a million dollar, kalau dia gak bakal datang kesana..”

“Kenapa?”

Why? You want to see a girl with a dress and a cigarettes in her hand? I mean.. And those romantic thingy.. Duh. Not her style.

Well.. dia pake dress waktu aku ajak fine dinning? And she’s fine. And also, that was a romantic thingy..”

“Kamu sadar kalau itu romantic thingy.. tapi tetep ngajak dia.”

Mingyu buang nafasnya. “Okay. Aku salah waktu itu memang, sorry..”

“Tapi, Kim.. konteks kamu sama aku tuh beda. She likes you, jadi romantic thingy dan dress bukan jadi suatu permasalahan besar, selagi itu kamu. But, who am I?

Wait, tapi Prom bukan sesuatu yang.. kamu tau kan maksudku. Kaya.. kamu gak perlu punya perasaan sama orang yang ngajakin kamu prom, iya gak?

Well.. nevermind.. I won’t come.”

Lagi-lagi senyap mengudara tinggi. Suara debur ombak terus menyambangi. Ada seringai tipis dari sudut bibir Mingyu. “Just.. ask her, Vernon..”

Vernon menoleh, menatap seringai kecil yang masih ada disana. “You know.. kamu gak bakal bisa dapet jawaban pasti kalau kamu sendiri aja udah mendeklarasikan bahwa dia memang gak mau, itu.. cuma asumsi.”

“Jadiin ini kesempatan..” Sambung Mingyu, menghadirkan sejuta ekspresi bingung di wajah Vernon.

“Kesempatan?”

“Iya. You know she likes me. You know I can’t accept her feeling. Jadiin kesempatan buat kamu, kalau kamu memang suka—”

Wow wow wowww.. I didn’t say that I like her?”

“Vernon..” Mingyu tepuk bahunya. “I wasn’t born last night.”

“Jadi.. Take the chance and go..” Vernon tatap lekuk wajah lelaki itu dalam-dalam. “I repeat, take the chance.. and go.”