day one to hundred
“kenapa malah kesini?”
“inget ga?” Mingyu menarik rem tangan, memberhentikan mobilnya di suatu tempat.
“inget”
“apa?”
“..”
“Apa, cantik?”
“berisik”
“masih ngambek?” YA MASIHLAH. ADUH, KENAPA SIH JADI LAKI LAKI ITU TIDAK ADA PEKANYA SEDIKITPUN?!
Kenapa? Oke. Akan aku rekap apa saja hal hal yang sudah sosoknya lakukan padaku sampai sampai membuatku ingin meledak.
Sebagai perempuan, tentu saja kita semua punya tamu bulanan, dan hari ini adalah hari keduaku. Dua minggu yang lalu, dia duluan yang mengajakku untuk nonton film di bioskop, tapi dua hari yang lalu juga dia membatalkannya.
“aduh, maaf ya. aku lupa kalau aku ada janji bimbingan bareng dospemku” itu katanya. lagian sudah berkali kali kusuruh si Mingyu itu untuk menuliskan dengan rapi jadwal apa apa saja yang dia punya, agar supaya tidak membuat dan membatalkan janji seenak jidatnya.
walaupun aku tau itu adalah kewajibannya demi mendapatkan gelar paling lama akhir tahun ini.
akhirnya aku, mau tidak mau pergi sendirian dengan mengirimkan pesan ‘bodoamat, aku pergi nonton sendiri’ karena sudah terlanjur sebal dengannya.
Dan yang terakhir, sebagai pelengkap betapa menyebalkan hariku hari ini adalah, dari sekian banyak tempat duduk di dalam bioskop itu, kenapa mantanku, Kak Jisoo, harus duduk tepat disebelahku dengan pacar barunya?! MENYEBALKAN!
“tadi aku udah reschedule jadwal sama dosenku, tapi tiketnya ternyata udah pada habis semua”
“bodoamat”
“ya terus kalo gini aku harus apa dong?”
“pergi aja sana ke ujung dunia”
“sayangnya dunia gak ada ujungnya, mau aku pergi kemanapun pasti bakal ketemu sama kamu lagi”
“diem gak?”
“hehe, iya diem ini”
lengang.
“terus apa?” cicitnya.
“diem aja gausah ajakin aku ngomong”
lengang, lagi. 2 menit, 3 menit, 5 menit.
“inget gak dulu—“
“DIEM LOH AKU SURUH DIEM!”
“sampe kapaaaaannn sayaaangggg?” ia menekan hidungnya dengan bibir yang ia manyunkan. dapat aku rasakan kakinya menghentak hentak.
aku diam.
“ah udahdeh aku males kalo kamu kaya gini” Ia menarik rem tangan mobilnya.
“mau kemana?!” Aku terkesiap.
“Ke ujung dunia! kenapa?!” Ia memutar stir.
“HEH, BERHENTI GA?!“
“AKU BAWA KAMU KEUJUNG DUNIA, NANTI PAS UDAH SAMPE DIUJUNG AKU BUANG KAMU”
“KURANG AJAR!”
“BODOAMAT”
“KENAPA KAMU MALAH IKUTAN NGAMBEK?!”
“YA KAMU KENAPA DIEMIN AKU?!”
“KARENA KAMU NYEBELIN NYEBELIN NYEBELINNN KIM MINGYUUUUUU!!!!!”
mobilnya berhenti kali ini.
“yaudah maaf. diapain sih biar aku dimaafin”
“diem aja”
“haaaa gak gituuuuu yang lain selain diem apaa?”
“diem pokoknya diem”
“sayaaaaaaanggggg” dia menarik narik lenganku. “plisss dehhh jangaan diemmmmmm” kemudian ia jatuhkan kepalanya di atas pahaku.
“aku harus apa kalo kaya gini sih” jari jemarinya mengelus lututku. sejujurnya, jauh didalam hati, aku sama sekali tidak tega melihat dia sampai memohon mohon seperti itu, tapi kalau dilanjutkan, bukannya lucu ya?
“mie rebus mamah” ucapku. dia yang tadi menjatuhkan kepalanya di pahaku kemudian bangkit dan membuang nafasnya kasar.
“tuhkan, kamu tu kemaren baru makan mie loh? masa mau makan mie setiap hari sih?”
“ya.. yaudah. take it or leave it.”
“yang lain deh, jangan mie instant terus”
“take it or leave it, Mingyu”
“ah kamu mahh” ia mengacak rambutnya kemudian mengeluarkan ponsel.
“Mah, bikinin mie rebus ya, ini aku lagi jalan pulang” Hahahah, Dasar Kim Mingyu payah.
***
Mie Instant rebus dengan campuran bumbu khas Aceh buatan Mamah Mingyu itu akan aku bilang ter—enak seluruh dunia. Beneran, kalau ga enak aku gak mungkin minta dibikinin lagi hari ini. karena jujur, kemarin aku baru aja main ke rumah Mingyu dan minta dibikinin Mie rebus Mamahnya.
“udah jangan ngambek lagi” sahut Mingyu.
“hm”
“Serius sayaaaangggg”
“apaan sih kamu kaya anak anak”
“jangan ngambek ngambek lagiii” katanya menjatuhkan kepala di bahuku.
“iyaaa”
“bener ya”
“ya kalau kamu gak bikin masalah lagi ya aku gak ngambek. kan aku ngambek gara gara kamu seenak jidat aja batalin janji”
“ya maaf. sumpah itu aku gatau kalau ternyata ada jadwal bimbingan.”
“ya derita lo” ia menepuk bibirku. “apaansih” kataku mengerutkan alis.
“siapa yang ajarin ngomong gak sopan gitu?”
“elo” ditepuknya lagi.
“gapernah ya aku ngajarin kamu ngomong lo—gue lo—gue gitu”
“ya suka suka gue lah”
“sekali lagi kamu ngomong gitu aku pukul pake yang lain ya ini”
“pake apaa?” kataku menantang.
“pake bibir, mauu?!”
“lo gue lo gue l-“ ia membekap mulutku.
“Aku cium beneran kamu tuh ya?!”
Malamnya, setelah mengantarku kembali kerumah, Bunda mengajaknya untuk singgah, salah kalau kalian fikir Mingyu akan menolak, dia akan jadi yang paling semangat. Buktinya, dulu dia pernah ngomong ke Bunda seperti ini.. “Ehe iya Bun, Mingyu mah kalo bisa nginep” membuat seluruh orang yang ada diruang tamu malam itu terdiam. Ayah, Bunda, dan adik bungsuku, Chan. “ya bobonya sama Chan Bun, masa sama… hehe” katanya takut takut menunjukku.
Bundaku, menyengir dan mengangguk.
Tapi memang benar, Mingyu sekali kali menginap dan tidur dengan Chan. walaupun sejujurnya, pada awalnya aku takut Chan akan merasa risih kalau ada orang asing di kamarnya. Tapi ternyata, apa yang aku pikirkan salah.
“Kak, Ajakin bang Mingyu main atau nginep lagi ya”
“eh? kenapa?”
“ya emang kenapa? Seru aja soalnya sama dia”
“ngomongin apa emang sampe seru?” Bunda ikut dalam obrolan.
“Ada deh Bun, urusan LAKIK!” kalian tau, yang heboh di Tiktok itu? Adikku yang polos, Chan yang pendiam dan jaim, tiba tiba membuatku dan Bunda terkaget kaget.
“Kata bang Mingyu, supaya keliatan LAKIK, Bun.. hehe”
Lagi lagi, Bunda hanya menyengir dan mengangguk.
Malam ini, setelah dari rumahnya Mingyu tadi, kami duduk di balkon rumah dengan secangkir kopi instan. Mengawang pada langit, membiarkan angin malam menyapu wajah.
“Gak dingin?“ katanya tiba tiba. Aku menoleh, kemudian menemukan dia yang membuka jaket kulitnya dan memberikannya padaku.
“Dingin kan?” Ia menyerahkan.
“Pakein” kataku. Membuat ia menyunggingkan senyum.
Aku yang duduk langsung berdiri, diikuti dia yang juga ikut berdiri. Ia bentangkan jaketnya, agar supaya tanganku bisa masuk satu persatu, kemudian aku peluk tubuh padatnya yang malam itu hanya di lapisi kaos hitam biasa.
“Ketauan tetangga ntar kita dikiran ngapa ngapain lagi”
“bodoamat. Biar aku hangat, kamu juga hangat” kataku. Kemudian, dapat aku rasakan kedua tangannya mendekapku, dan dipucuk kepalaku, ada dagunya yang ia jatuhkan.
“kaya bukan yang ngambek ngambek tadi” Ucapnya.
“hehe”
“kaya anak anak”
“tadi kamu ngajakin ke tempat itu tu iseng apa emang sengaja sih?” Biar aku perjelas, Cafetaria didepan salah satu perusahaan Swasta. 2 tahun yang lalu, pertama kali aku bertemu Mingyu.
“iseng doang, ya aku gatau harus ngajak kemana lagi” ia membawa tubuhku ke kanan dan kiri dalam ritme yang pelan.
“biar apa ngajak kesana?”
“supaya kamu gak lupa”
“kamu kira aku bakal lupa ya?”
“ya siapa tau, biasanya yang gak penting suka dilupain loh”
“gimana aku bisa lupa, orang jelas jelas didepanku kamu lagi berantem sama kak Cheol”
“engga berantem sayang, bercanda doang itu berantemnya. lagian dia nyomotin makananku melulu”
“ya kan berbagi itu indah” tubuhku masih dibawa dalam pelukannya, ke kanan dan ke kiri secara pelan dan bergantian.
“Itu pertama kali kita ketemu ya?” Tanyaku.
“Hm.. Lucu ya?” Aku mengangguk, masih dalam pelukannya.
“It’s already a hundred of days.. tapi rasanya kaya baru kemarin”
“a hundred of days, a million of days, a billion of days, you’ll always be my day one, no matter what”
“kok kamu jadi sok puitis gitu? nyomot kata kata dari mana?”
“yeh, kan emang bener. Bodoamat mau puluhan ribu tahun, pokoknya kamu always be my day one”
“kenapa?”
“Hari pertama tuh selalu full of nervousness, excitement, dan hal hal yang bikin gak bisa lupa dan selalu berkesan. Hari pertama sekolah, hari pertama kerja, hari pertama jadi Ibu, Hari Pertama jadi Ayah, hari pertama kenalan, hari pertama kencan, hari pertama jadian, hari pertama ini dan itu. Apapun hal yang terjadi di hari pertama, pasti agenda nya gak bakal terlupa” aku mendongak, dan Mingyu sedikit menduduk melihat aku didalam pelukannya.
“Jadi, mau kita berantem sampe dunia keacak-acak, mau kita berantem sampe terjadi ledakan kedua di Hiroshima dan Nagasaki, mau kita berantem sampe gunung Krakatau meledak lagi, aku harap kamu tetep jadi my day one. Tetep berkesan dan gak akan terlupakan”
Ask me what romance is, ask me what melancholy is, ask me what war is, ask me what fall for is, and my answer will always his.