Day 450, Old Love in Town.
Berbulan belakangan, Wonwoo menjadi Pak Jeon dengan segala tanggung jawabnya, dan aku? Menjalani hari seperti biasa. Tertawa dengan candanya kak Soonyoung, after office pulang ke rumah dan lembur sendirian.
Aku masih sering bertemu Wonwoo, di waktu meeting atau sesekali ke ruangannya untuk membahas pekerjaan, ikut naik ke mobilnya bersama coworkers lain untuk kepentingan pekerjaan, bukan untuk mengelilingi kota setelah jam kerja sebagai dua orang yang sedang menikmati dunia disaat lelah. Aku adalah aku dan Wonwoo adalah Wonwoo.
Sore itu hujan, belakangan hujan terus mengguyur ibukota dari sore menuju malam, namun disaat siang, matahari seakan akan marah dan menyalurkan seluruh energi panasnya pada bumi, cuaca yang berubah ubah.
“Guys..” Kak Soonyoung bersuara, baru kembali entah dari mana membawa beberapa berkas, membuat coworkers lain menoleh.
“Besok kita ada meeting ya sama Bapak, jangan ada yang telat” Begitu katanya. Yang lain mengangguk, paham dan memutuskan kembali kepada kesibukan masing masing.
Esok hari, point meeting yang di laksanakan adalah bahwa beberapa karyawan akan pergi ke Bogor untuk melaksanakan Employee Survey tahunan untuk anak perusahaan disana. Maka aku, sebagai karyawan baru, diwajibkan untuk ikut.
Sesimple itu, sisanya hanya pelaporan data data tugas HRD untuk bulan yang lalu dan persiapan untuk bulan yang akan datang.
Lagi lagi, sore menuju malam, ibukota diguyur hujan. Dan di Lobby, aku bisa melihat Wonwoo berdiri menengadahkan wajah ke langit, dengan kedua tangan yang ia masukan kedalam saku celananya.
“Hey?” Sapaku, ia terkesiap dan menoleh.
“Baru turun?” Tanyanya.
“Iya” Kemudian hening.
“Udah lama kayanya aku ga ngobrol gini lagi sama kamu” Aku terkikik, sedikit menutup mulutku dengan tangan, mengangguk pelan.
“Oh iya, jangan lupa ya persiapan ke bogor”
Aku mengangguk “2 hari kan?”
“2 hari satu malam”
“Kita nginap dimana?”
“Di hotel lah, emang mau dimana? Hahaha” Ia tertawa, dengan hidung yang mengkerut.
“Ya kan nanya..” Kemudian senggang. “Emang selama itu ya buat Employee survey?” Aku kembali bersuara.
“Biasanya yang bikin lama itu ya survey nya, aku udah bolak balik ngomong ke atasan buat dibikin pake cara modern, biar kita ga perlu bolak balik harus terjun kesana langsung. Maksudnya, biar bisa handle jarak jauh, tapi susah ngobrolinnya. Terus biaya perjalanan dinas kan bisa dibuat untuk biaya operasional perusahaan.. Tapi tetap aja.. ” Ia sedikit tertawa dengan menggelengkan kepalanya.
“Lebih keras kepala dari kamu, ya?” Ia yang tadi memandang jalanan dari Lobby, kini memandangku, alisnya sebelah menungkik tajam.
“sounds like that” Ia tertawa kecil, kemudian lagi lagi sunyi mengembara.
“Can I ask for you opinion?” Tanyaku, ia mengangguk.
“What if, your ex lover wanted to meet you?” Wonwoo bingung, air wajahnya terlihat bingung saat menoleh kearahku setelah pertanyaan itu dilemparkan.
“Mingyu?” Aku mengangguk. “Well, depends” Sambungnya.
“On what?”
“Ya dia mau apologize sama kamu because of everything he did, or..”
“Or what?”
“Hahaha, mungkin dia mau berekonsiliasi sama kamu” Wonwoo tertawa kemudian menengadahkan kepalanya kelangit, menatap rintik hujan yang jatuh ke bumi.
Hujan masih tak kunjung reda, terus dan tidak henti hentinya menumpahkan air dari langit sana, padahal malam semakin larut.
“Can I ask you?” Kali ini Wonwoo bersuara.
“sure, go ahead”
Ia menoleh, “Kalau dia memang mau ngajak kamu berekonsiliasi, kamu terima?”
“He did bad, Won. Tapi kalau dia berusaha memperbaiki semua buat ngajak aku temenan.. Ya maybe”
“Yah.. He did bad, But, Who knows, right?” Dirinya mengelus tekuk dengan tangan kanannya.
“No, he cheated. Maksudku, if in some case dia melakukan sesuatu yang terjadi dibawah alam sadarnya dia, I think it’s okay to give him second chances, but.. Selingkuh, I know he did it disaat dia sepenuhnya sadar, and i’m not stupid”
“Hmm good point”
“Wait, Won?” Ia mengangkat alisnya sembari menoleh pelan saat namanya tersebut.
“Hm?”
“Are you..” Aku memberikan jeda.
“Kenapa?”
“Are you.. Afraid?” Wonwoo terkekeh geli, ia menarik nafas kemudian membuangnya pelan. Aku tidak mau berspekulasi terhadap perangai Wonwoo malam ini setelah pertanyaan opini barusan. Daripada terlalu banyak spekulasi tidak jelas yang menghantui kepala, jawaban yang valid adalah jalan keluarnya.
“Kalau kamu nanya aku takut atau engga, sekarang ada di dua konteks yang berbeda. Kalau konteksnya aku adalah Wonwoo yang lempeng dan ngikutin aja alur kehidupan, I am not. Yaa, diluar niat kamu ketemuan sama dia apa, atau niat dia apa, aku gak takut sama sekali. Kaya kata katanya eyang Habibi, kalau dia untuk saya, kamu yang jungkir balik, saya yang dapet”
Aku tertawa, karena aku pernah mendengar apa yang Eyang Habibi katakan soal itu. “Tapi..” Sambungnya. “Kalau sekarang aku adalah Wonwoo yang egois, aku bakalan takut.. You know, Mama ku selalu bilang bahwa kalau perempuan udah suka dan jatuh cinta, they’ll give everything.. Jadi, segalanya aja bakal dikasih, apalagi kesempatan kedua, iya gak?”
“Jadi kamu berfikir bahwa aku sejatuh cinta itu ya, sama dia?”
“You build a damn high wall, ya pasti lah aku berfikir kalau kamu emang secinta itu sama dia” Aku mengangguk.
“Tapi kalau ternyata ada sifat 1000 kali diatas egois dan sekarang posisiku adalah Wonwoo yang berada di sifat itu..” Ia mendekat, kini berhadapan denganku. “I won’t let you meet him”
“Sekarang kamu siapa?” Tanyaku.
“Wonwoo 1000 kali egois”
Lenggang. Yang terdengar hanya rintik hujan yang masih saja belum kapok menumpahkan isi nya dari langit sana, serta kendaraan yang berlalu lalang setiap menitnya.
“But I believe you kok..” Ia mundur dan menjauh. “If you said you won’t, then you won’t. Lagian, kita gaada apa apa, who am I buat ngelarang kamu” Ekspresinya sedikit meringis.
“Soal kesempatan kedua..” Entah yang keberapa kali sosok itu terus menoleh lembut menatapku. “Kalau ternyata I will?”
“No, you won’t. I know you won’t”