Day 1, night at the office.
Lembur. Rasanya kata kata itu keliatan keren sekaligus menyebalkan dalam sejarah hidupku. Masih 2 minggu, tapi aku sudah memiliki dokumen pekerjaan yang menumpuk.
Aku berkali kali memijit pelipisku dan membolak balikan kertas dihadapanku, atau sesekali menyesap kopi dingin yang aku pesan bermenit yang lalu agar mencegahku dari kantuk,kadang menjatuhkan dahi ke meja dan membuang nafas berat.
Tiba tiba lampu dipadamkan.
“Masih ada orang!” Teriakku. Seseorang yang aku pastikan adalah oknum yang mematikan pencahayaan tadi mendekat. Kemeja putih dengan lengan yang ia lipat seperempat, lanyard di leher, tas di bahu kanannya, serta jas yang ia gantungkan di lengan kirinya.
“Saya kira semua udah pulang, kamu lembur?”
“Iya..” Tapi dia masih terlalu muda “..Pak.”
“Kamu pegawai baru ya?”
“Iya, Pak..”
“Kenapa gak ditemenin sama Soonyoung?”
“Katanya tadi ada urusan mendadak, Pak..”
“Saya setua itu?”
Gimana?
“.. gimana pak?”
“Saya setua itu ya sampe kamu panggil ‘Pak’ ?”
Ya jadi saya harus manggil apa?
Aku diam.
“Kamu mau ditemenin?”
“Gak papa kok, Pak.. Saya bisa sendirian aja gak papa”
“Gak papa, saya juga biasanya mastiin dulu kalau saya tidak mendahului pegawai saya yang lain kalau urusan pulang”
“Gimana.. Pak?” Dia tersenyum, kemudian fokusku jatuh pada Lanyard miliknya. Jeon Wonwoo.
(“Siapa Kak, nama Kepala Departemen kita?”
“Wonwoo”)
“Saya juga ada kerjaan tambahan, gak papa biar bareng aja”
“Gitu ya, Pak?”
“Iya, kamu lanjutin aja. Nanti kalau udah selesai, boleh pulang duluan..”
“Baik, terimakasih, Pak”
Aku kembali duduk di mejaku, dan dia mengambil meja kosong secara acak. Lebih tepatnya ke meja kak Soonyoung. Aku bisa mendengar bagaimana ia membuka laptopnya kemudian melakukan entah apa disana, namun aku teringat sesuatu.. “Pak..” Panggilku, Ia menoleh.
“Suka kopi, gak? Tadi saya dapet promo beli satu gratis satu..” Senyum tipis tergambar diwajahnya.
“Boleh”
“Es Kopi Susu gak papa, ya Pak?”
“it’s okay.. Anything..” Kini, es kopi susu tadi sudah berpindah dari tanganku ke tangannya.
“What do you have?” Ia agak mendongak melihatku berdiri.
“Caramel Macchiato..”
“Hmm, kesukaan kamu?”
“Yah, Mostly sih, Pak..”
“hm.. Good choice”
“Sebelumnya maaf ya pak, saya gatau bapak suka Es Kopi Susu atau enggak.. Tadi saya soalnya milih gratisannya random aja..” Ia tersenyum, menyeruput minumannya lagi. “Its okay, I like any type of Coffee kok..”
“O-oke.. Pak.. Kalau gitu saya balik dulu..”
“Udah siap kerjaan kamu?”
“Ya maksudnya balik ke meja pak.. Haha” aku mengusap tekukku.
“Oh.. Saya kirain balik pulang.. Masih banyak kah?”
“Lumayan sih pak.. Tapi kalau bapak mau duluan balik gak papa, Pak..”
“No.. Its okay. Ini saya juga sekalian nyelesaiin kerjaan saya, biar dirumah bisa santai”
“Oh iya pak.. Kalau gitu saya balik dulu..” Dia mengangguk.
Malam semakin malam, yang aku dengar hanya suara ketikan keyboard diujung sana dan detik jam yang terus berdentang mengejar waktu, tak mau ditunggu. Akhirnya, ketika jam di dinding sudah menunjukan pukul 9 lewat, aku memutuskan pamit untuk pulang lebih dulu meninggalkan kepala departemenku yang masih setia menatap layar laptopnya.