Bangun kepercayaan itu sulit, itu yang Wonwoo pahami. Ada berapa banyak kepercayaan yang dia bangun, namun berujung omongan semata. Berujung kehancuran tapi dengan bodohnya akan ia bangun kembali, pun akan runtuh lagi dalam sekejap.
“Mingyu itu, gimana dek?” Jeonghan menarik selimut sampai menutup lehernya, Wonwoo disebelahnya menoleh. Jisoo dan Chan sudah duluan terjun kedunia mimpi sejak sejam yang lalu, di dinding, jarum pendek telah menunjuk pada angka 1 dini hari.
“Ya ga gimana gimana”
“Deket?”
“Ya chatan intens aja sih kak, atau sesekali berangkat kuliah bareng atau jajan bareng keluar”
“Yaudah berarti dekat dong?”
“yaudah, deket berarti..” Cicit Wonwoo.
“Kamu masih takut ya?”
“Sebenernya tuh ya Kak, aku itu yang kaya bingung? Awal ketemu tuh yang kaya i want his whole being gitu loh kak? Yang kaya pokoknya gue harus dapetin lo. Hasratnya tuh yang kaya menggebu gebu gitu..”
“Terus?”
“Tapi kadang disatu sisi itu ya cuman kaya yang takut aja gitu..” Wonwoo menggosok buku buku jarinya. “Hubunganku tuh semuanya pada bohong bohongin aku, jadinya i think i have some trust issues.”
Sejenak, hening tercipta diantara keduanya. Yang terdengar hanya detak jarum jam di dinding.
“Kamu sendiri udah coba berani buat komunikasiin trust issues itu belum sama dia?”
“Nope” Wonwoo menggeleng. “I don’t want him to know about my mess, Kak..”
“kalau ternyata dia mau dealing with your mess? With all of your flaw?”
“I would be freaking thankful..” Ucap Wonwoo menekankan.
“Then try to freaking thankful, dek. Find out. Kalau dia ngasih celah, coba masuk. Kamu akan selalu di hantui sama trust issues itu kalau kamu kerjaannya cuman nerka nerka..” Jeonghan tersenyum dibalik remangnya lampu tidur. “Dicoba.. kamu gaakan nemuin jawaban yang valid kalau kamu belum nyoba..”