//tw

“Aku gak tau kalau antriannya bakal sepanjang itu.” Mingyu memutar stirnya keluar dari pekarangan rumah sakit.

“Kita yang emang udah telat banget datangnya.”

I’m very busy.. so sorry.”

Vernon acuh, jam tangan digital di pergelangan tangannya sudah menunjukan pukul 9 bahkan hampir menuju pukul 10.

“Kim..” Cicitnya.

“Hm?”

“Kamu laper gak sih?”

Well.. yea.. a little bit.”

“Ke Geoffrey’s aja mau gak? Kayanya Nadit masih disana soalnya dia lembur gantiin temennya. Kita suruh dia goreng kentang yang biasa ada di freezer aja. Gimana?” Mingyu terkekeh kecil.

“Kamu sering banget ya bantuin Nadit disana sampe sampe paham banget kalau di freezernya ada kentang goreng instant itu?”

Vernon mengusap tekuknya, tertawa kikuk. Ya, sebenarnya ada banyak tukar cerita yang terjadi antara dirinya, Nadit, Jenkins yang tukang emosian dan Samantha si lemah lembut.

“Nanti kamu turunin aku disana aja, aku balik bareng Nadit.”

“Hah?” Alis Mingyu mengkerut. “Yang ada kamu kalau pulang muter jauh, Vernon?”

“Enggak.” Anak remaja satu itu membenarkan posisi duduknya. “Aku mau nginap di rumah Nadit.”

Sleepover?”

“Hm..”

“Berdua?” Tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan raya, Mingyu melempar tanya.

“Kenapa memangnya?”

It’s just..”

“Apa?”

Well.. kalau di Indonesia itu tuh hal yang.. apa ya? Tabu? Maksudnya.. yaa culturenya kan beda sih memang.. mungkin aku cuma harus biasain diri buat culture yang ada disini.. right?”

It ain’t a culture.”

“Terus?”

Please. Aku tuh gak tidur berdua sama dia.” Vernon memutar bola matanya. “Well, sometimes we spent hours just for a hot chocolate dan series yang bikin kita begadang. Tapi aku bakalan tidur di sofa.”

“Sofa?”

“Iya.”

“Kamu pilih tidur di sofa cuma buat tidur di rumah Nadit padahal kamu punya kasur yang nyaman dirumah, Vernon?”

Vernon diam agak lama.

She..” Suaranya menggantung, meninggalkan senyap. “..it seems like she needs me.”

Sunyi mengembara.

Sejujurnya, hanya tatap Mingyu yang terpaku menuju jalan raya, pikirannya entah ada dimana. Berkali kali iya menelan ludahnya.

Is she?”

“Mungkin sepenuhnya bukan karena kamu. But, i know.. she is struggling a lot. Jadi anak remaja kaya dia pasti gak gampang. Tapi, satu dari banyak, itu kamu.”

Is it made me being a bad person? to you? i mean, i hurt your friend, right?”

“No, Kim. No.” Tatap Mingyu cepat beralih pada anak lelaki yang sedang tertunduk memainkan jemarinya. “Well, mungkin 50 persen.”

“Hm.. still a bad person.”

Kini Vernon istirahatkan kepalanya dengan kepalan tangan dan siku yang tertumpu pada pinggiran kaca.

“Kamu mengklaim diri kamu sendiri kalau kamu memang nyakitin dia?”

Helaan nafas jadi jawaban pertama yang Vernon terima.

“Vernon.. hurting her wasn’t my decision. Aku gak tau kalau dia bakal suka.. sama aku. So, well, ya mungkin i treated her too much, but.. i don’t know. I feel bad.. Honestly.. i feel bad.”

“Karna dia masih 18 tahun?”

“Umur cuma angka, Vernon.”

“Berarti gak ada alasan dong buat kamu juga gak balas perasaan dia?” Mingyu memijit pelipisnya.

Geoffrey’s?”

“Dang. Kamu jago ngalihin pembicaraan.”

I’ll tell you if you are mature enough.”

“Cih..” Kini Vernon melipat kedua tangannya di depan dada. “Selalu aja orang-orang mikir anak kecil itu gak paham apa apa. I know better than you.”

You are being sarcastic right now.”

I am.”

“Jangan bikin aku turunin kamu di pinggir jalan.”

“Aku lahir, besar di Malibu, Kim. I. know. every. fucking. street.”

Stop.” Mingyu memijak pedal remnya sehingga membuat keduanya tersungkur ke depan. “Kamu sekarang mau bikin bonding kita retak cuma karna kamu gak terima temen kamu di sakitin?” Suara Mingyu meninggi.

What?!

“Kamu mau bela Nadit, Vernon?” Kini, suara Mingyu kembali pada diafragma normal seperti sebelumnya. “Why does people made me feel so bad? Aku udah bilang, kalau bukan mauku nyakitin Nadit. Kamu tau kan, definisi gak semua harus sama-sama? bahkan mereka-mereka di luar sana yang punya perasaan sama aja belum tentu bisa sama, Vernon. Apalagi aku sama Nadit.”

“Kamu.. beneran gak ada perasaan apa apa sama Nadit, ya?”

“Semua sama. Kamu, Nadit, Somi, Mark. Kalian semua bisa jadi adik-adik buat aku, Vernon. Bisa jadi temenku. And for that, being friends with you all, is a pleasure to me.”

Sorry.. for.. being.. sarcastic.” Vernon bergumam kecil, bahkan Mingyu tidak mampu mendengar dengan jelas. Tapi ia tau, bahwa ada perasaan bersalah di dalam diri anak remaja di sampingnya ini.

Geoffrey’s?”

Sure.”

-

Mobil milik Mingyu kemudian terparkir di atas bebatuan halaman restoran yang jadi destinasi mereka.

Hampir pukul 10.

Lampu dapur dari depan pintu masih menyala, tandanya Nadit masih disana.

Langkah Vernon dan Mingyu terhenti seketika sesaat mereka mendengarkan suara nyaring teriakan dari dalam dapur sana.

Sontak, ketika suara yang tidak lagi asing itu tertangkap indra pendengaran mereka, keduanya berlari.

Dan menemukan bagaimana Nadit yang terkunci didalam tubuh gempal seorang lelaki yang bahkan sudah melepaskan tali pinggangnya.

Shit!”

Sebuah wajan berukuran sedang Vernon lempar tepat mengenai kepala si pria, membuatnya tersungkur serta darah yang mulai mengalir mewarnai kepalanya yang bahkan tidak lagi ditumbuhi rambut dengan warna pada umumnya.

Dengan rok span yang sudah robek bahkan menampakan celana pendek dalaman yang dikenakan Nadit, rambut yang menyeruak kesana dan kesini, serta kemejanya yang tidak lagi terkancing bagian atasnya, ia berlari mendekati Kim.

Vernon, dengan mata yang mengembara penuh api, mengambil satu pisau dapur dan di genggamnya erat.

Who the hell are you?” Si pria dengan tubuh gempal tadi meringis dan sedikit terbelalak melihat tangannya yang dipenuhi cairan merah.

What are you doing?” Langkah mengintimidasi serta pisau di genggamannya membuat si pria ikut melangkah mundur.

Can we.. talk with peace?”

No.” Vernon semakin melangkah membuat si Pria tersudutkan dan menghantam dinding di belakangnya. “What the fuck did you do to her?”

“I-I-“

What the fuck DID YOU DO TO HER?!” Kini suara Vernon berubah jadi erangan.

“Vernon, you better to put down your knife first.” Cicit Mingyu, masih menjadi tameng untuk Nadit bersembunyi. Dapat Mingyu rasakan bagaimana hebatnya tubuh gadis itu bergetar.

“Ye-yea. Denger k-kan, apa k-kata temanmu. Put.. y-your.. k-knife.. down.”

He was tried to raped her, Kim. Are you joking? This stupid owner of Geoffrey’s was tried to raped her.” Tanpa memutar tubuhnya sendiri, langkah Vernon dan pisau tajam tadi hampir mengarah menuju si pria.

Then what? You wanna kill him? And make you being a prisoner? You. Just. A. Student. Vernon. Put.. your.. knife.. down.” Intonasi suara Mingyu rendah. Mencoba menenangkan bagaimana amarah sedang membakar diri Vernon. Dirinya masih labil, ada banyak hal yang mungkin tidak akan di pikirnya dua kali.

Semakin dekat, mata yang semakin menggelap, deru nafas yang membucah, bahkan dadanya terus naik dan turun.

Ketika itu, sebuah mangkok kaca mendarat di kepala Vernon. Ia tersungkur, pisaunya berlalu entah kemana dan si pria kemudian berlari keluar setelah tanpa dosa melakukan hal-hal yang tidak pantas tadi serta melempar Vernon dengan piringan kaca.

Namun, kepolisian telah sampai duluan di lokasi sebelum si Pria kabur. Menahan serta memborgol kedua tangannya dan dimasukan cepat kedalam mobil polisi.

Vernon tergeletak, kepalanya mulai mengucurkan darah. Secepat kilat, Mingyu bopong si remaja lelaki keluar menuju mobilnya.

Sir, we’ve called the ambulance, maybe around 5 minutes.”

Mingyu menoleh menatap Vernon yang meringis, mendongak sedikit untuk melihat lukanya. “Can you hold it?”

Yes..”

5 menit, bahkan kurang dari 5 menit, mobil ambulance telah sampai dan mulai memberikan pertolongan pertama untuk Vernon.

Mereka bilang, luka di kepala Vernon adalah luka kecil. Memang merobek sedikit kulitnya, namun tidak membutuhkan jahitan yang dalam.

Tapi ia tetap dapat 2 jahitan kecil.

You good?” Seorang perawat wanita berkulit gelap tersenyum bertanya kepada Vernon.

Well yea.. just.. a little bit dizzy.”

Kini di pinggir pintu Ambulance yang terbuka, Vernon duduk menatap Nadit dengan jas yang melingkar di pinggangnya menutupi rok yang sobek tadi. Vernon yakin itu milik Mingyu.

Si Gadis berjalan mendekat, di susul oleh Mingyu di belakangnya yang tiba-tiba muncul.

Feel better?” Nadit ikut duduk.

“Nyeri.. pusing..” Vernon terkikik kecil.

Mingyu berdiri di hadapannya, melipat kedua tangannya di depan dada.

“Kamu memang pahlawan kesiangan. But, still, Pahlawan.” Vernon lagi-lagi terkikik sembari menunduk.

“Pak, bapak yang tadi telfon 911?” Mingyu memutar tubuhnya ketika opsir polisi perempuan mendelisik dari punggungnya.

I did.” Balas Mingyu.

“Kami butuh sedikit keterangan.”

Sure.” Mingyu kemudian berlalu beriringan menuju mobil polisi yang masih terparkir dengan si Pria gempal penyebab kekacauan yang duduk diam di dalamnya.

Sekitar 5 sampai 10 menit, setelah Mingyu ceritakan segala kronologi, dirinya kembali menyambangi dua anak remaja yang masih terduduk bersama di pinggir pintu Ambulance yang masih terbuka.

Dari manik matanya, ia lihat bagaimana Nadit menyerahkan segelas air mineral di ikuti Vernon yang menegak satu obat. Mungkin pereda rasa nyeri.

Dari visualisasinya, dapat ia lihat bagaimana tatap Vernon yang terpaku kepada si gadis. Mingyu lihat Nadit tertunduk, sekali-kali menyeka matanya.

Umur Mingyu bukan lagi berpijak pada angka belasan. Ia sudah mengalami banyak hal perihal jatuh cinta. Melihat bagaimana Vernon menjadi gelap mata, melihat bagaimana sisi lain dari sosoknya muncul dengan amarah yang merebak, Mingyu tau, Nadit bukan hanya sekedar gadis pengisi hari-harinya untuk menghabiskan waktu. Nadit, mungkin adalah yang lebih.

Vernon mendongak ketika menemukan Mingyu yang sudah kembali dari sesi introgasi singkat sebagai saksi mata di mobil polisi yang jaraknya tidak begitu jauh, masih di pekarangan Geoffrey’s yang Vernon yakini akan tutup total dalam beberapa hari kedepan.

“Udah mendingan?” Sapa Mingyu kemudian.

“Yup. Better than before.” Vernon tersenyum merekah padahal obat yang di konsumsinya tadi masih belum menunjukan efek meredakan rasa nyeri di kepalanya. “Kok polisi langsung datang tadi?”

I called 911 right away.”

But.. you didn’t talk? How could they knew the location?”

“Malibu just a city, Vernon. Kamu sempet bilang Geoffrey’s, kamu sempet bilang soal raped, dan aku ngomong soal pisau kamu, i think the police will understood it in the exactly moment. Mereka butuh apalagi? siapa coba yang gak tau Geoffrey’s, iyakan?”

Alis Vernon berkerut hebat dengan senyum yang merekah. Ekspresinya seakan-kan bersuara : “Wow.. Kim. Marveulous.”

You did a good job, thank you.”

“You too, Vernon.” Suara halus Nadit kemudian ikut menyambangi pendengaran. Vernon menoleh. “Thank you so much.”

Tapi Vernon tau, gadis ini melalui sesuatu yang bukan satu hal kecil. Ia ketakutan, masih ketakutan. Ia tersenyum mengatakan kata terimakasih, namun jiwanya masih bergetar dengan perasaan menjijikan yang mungkin sedang menggerogoti dirinya sendiri.

You okay, Nadit?” Bahkan ketika tangan Vernon berusaha menggapai tangan Nadit, ia sontak menariknya dengan cepat.

Sorry..” Cicitnya, lagi-lagi menyeka mata.

Vernon tau, Vernon paham dan Vernon merasa menjadi seorang teman yang sama sekali tidak mampu membantu temannya sendiri. Vernon, menjadi merasa bersalah.

“Harusnya dari awal kamu bilang keluar, aku harusnya keluar dari sana.” Nadit, kini sepenuhnya terseguk dan menangis.

“Harusnya kalau aku dengerin kamu, ini gak bakal kejadian.”

“Nadit..”

“Maafin aku, Vernon.”

“Nadit.. i’m so sorry, but.. can you please look at me for a while? Hm?”

Dengan mata yang dipenuhi air, Nadit mendongak, menemukan iris mata Vernon yang berwarna coklat terang.

I won’t ever hurt you, Nadit. Ever. So please, please believe in me. Apapun bentuknya, aku gak akan nyakitin kamu. Okay?” Sekali lagi, dengan berani, Vernon gapai lengan Nadit. Si empunya kali ini tidak lagi menariknya. Ia biarkan bagaimana jempol Vernon mengelus pelan kulitnya.

Lagi-lagi ia menangis. Kali ini, menjatuhkan dahinya di bahu Vernon.

You have me. I won’t hurt you, Nadit. I’m so sorry i came up late.”

Mingyu tatap keduanya. Entah apa yang harus Mingyu namakan kedua anak manusia ini. Lebih dari teman, namun bukan seseorang yang terjalin dalam hubungan. Tapi ini, terlalu lebih untuk sekedar Mingyu namakan pertemanan.

Entahlah, biar keduanya yang menentukan.